
Hmm… Bagaimana caraku menghadapi gangguan bipolarku? Judul yang, aku yakin, membuat kalian semua bertanya-tanya, “Apa itu bipolar disorder?” hingga mungkin, “Karin punya gangguan bipolar?”. Tidak heran kalian yang belum mengerti mengenai gangguan ini pasti langsung menancapkan stigma padaku mengenai orang-orang yang memiliki gangguan bipolar.
Well… let me tell you something, gangguan bipolar tidak seperti yang kalian pikirkan.
Sebelum beranjak ke banyak cerita mengenai gangguan bipolar yang ku alami, sebaiknya kita mengetahui dahulu,
apa itu ‘gangguan bipolar’?
Dikutip dari alodokter, sedikit tentang bipolar, Gangguan bipolar adalah gangguan mental yang ditandai dengan perubahan emosi yang drastis. Seseorang yang menderita bipolar dapat merasakan gejala mania (sangat senang) dan depresif (sangat terpuruk).
Begitu singkatnya penjelasan mengenai gangguan bipolar. Yup, diriku mengalami semua fase mania atau yang kerap disebut manic dan juga fase depresif. Kedua fase tersebut kulalui setiap tahunnya. Yang kurasakan ketika melalui fase manic adalah diriku memiliki penuh ide, merasa sangat kreatif sampai tidak bisa tidur di malam hari, ingin buat ini dan itu, pokoknya diriku merasa senang yang bisa dibilang berlebih. Fase depresif, kulalui dengan hari-hari yang sendu dan suram, malas, tidak ingin bertemu orang, merasa tak berguna, dan masih banyak hal-hal negatif lainnya yang berdampak padaku.
“Wah apa aku bipolar juga ya? Aku mengalami semua yang Karin alami!” Eits tunggu dulu, kita tidak bisa sembarang mendiagnosa diri hanya karena membaca sepercik tulisan pengalaman orang lain ataupun lansiran dari internet. Kalian perlu mengunjungi psikolog dan psikiatris untuk benar-benar yakin mengenai apa yang kalian alami. Kita tidak boleh langsung self diagnose diri tanpa diagnosa akurat dari dokter yang bersangkutan. Jadi, aku harap dengan tulisanku ini kalian tidak langsung mendiagnosa diri. Tujuan dari tulisanku kali ini tidak lain tidak bukan adalah untuk dua hal: mengedukasi dan meyakinkan kalian semua penderita gangguan bipolar, kalian tidak sendiri,
we can get through this together.
Lantas bagaimana diriku mengetahui aku memiliki gangguan bipolar? Singkat cerita, sebelum pergi ke psikiatris, aku rutin pergi ke psikolog, hanya untuk mencurahkan isi hati dan pikiran, biasanya tentang percintaan dan kerjaan.
Namun, seringkali diriku merasa down berlebihan hingga dua sampai tiga bulan lamanya. Hingga akhirnya aku memberanikan diriku untuk melakukan test kepribadian di psikologku tersebut. Berujung dengan rujukan aku memiliki gangguan bipolar, berdasarkan hasil test dan track record mood-ku selama ini. Lalu psikologku menyarankanku untuk pergi bertemu psikiatris, untuk meyakinkan apakah aku memerlukan bantuan obat atau tidak.
Pada saat itu aku merasa sedih sekali, serta enggan menerima kenyataan bahwa diriku memiliki gangguan bipolar. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan diriku tentang bipolar, dulu aku adalah salah satu orang yang memiliki stigma kurang baik tentang orang-orang dengan gangguan bipolar. Aku menolak bahwa aku memiliki gangguan bipolar,
aku enggan mempercayai kenyataan tersebut.
Sedikit mengenai gangguan bipolar, gangguan bipolar itu ada tingkatannya; ringan, sedang, dan berat. Terkadang ada yang memerlukan obat dari dokter untuk membantu meredakan fase-fase yang sempat kita bahas tadi. Aku tidak tahu bahwa aku ada di fase sedang atau mild, karena aku menolak kenyataan tadi.
Namun, seiring berjalannya waktu, aku semakin tidak bisa mengontrol emosiku sendiri, kalau lagi senang, bukan main senangnya, kalau lagi sedih, bukan main pula sedihnya.
Suatu waktu, aku mendapati diriku berada di fase depresif yang cukup berat, hingga, sangat kusesali, aku hampir mengakhiri hidupku. Pada saat itu aku tersadar dan bangkit untuk berhenti menolak apa yang terjadi pada diriku. Aku memantapkan diriku untuk mengikuti anjuran psikologku untuk pergi menemui psikiatris.
And so I did.
Setelah aku bertemu psikiatris, dokterku meyakinkan hal yang sama pula bahwa aku memiliki gangguan bipolar. Namun, aku sangat menyukai cara penyampaiannya. Beliau mengatakan, aku tidak perlu takut atau sedih mengenai hal ini, seingatku begini katanya “This is you, the bipolar itself is in you, you need to accept yourself for what you are, masa kamu mau benci diri kamu sendiri? Learn to accept and to live with it. Percaya sama dokter kamu akan hidup lebih tenang.”
Mendengarnya membuat ku tersadar dan lega, betul katanya, aku perlu belajar mencintai diri sendiri dan semua yang ada pada diriku. Dengan begitu aku bisa hidup lebih damai.
Dokter memberiku beberapa obat dengan resep yang harus kuminum demi menjaga fase-fase tersebut agar tidak mengganggu well being dan kegiatanku sehari-hari. Dulu aku sempat berfikir, aku takut untuk minum obat bipolar resep dari dokter karena takut ketergantungan, lagi-lagi stigma yang aku dapat dari pop culture yang ternyata setelah melakukan self healing dan rutin minum obat, aku merasakan aku yang memegang kontrol atas diriku. Tidak lagi kurasakan aku tak bisa mengendalikan diri, tidak lagi kurasakan aku tak menyayangi diriku, tidak lagi kurasakan hal-hal buruk tentang diriku.
Yang terpenting adalah self-acceptance, ketika kita sudah belajar menerima diri dan mencintai diri sendiri, aku yakin tidak ada masalah yang tidak bisa kita lalui dengan damai.
Sama seperti apa yang kulalui, sekarang aku lebih mengerti diriku, aku mengerti apa yang harus aku lakukan, dan bagaimana cara mencintai diriku sendiri.
Teruntuk kalian pejuang bipolar di luar sana, kalian hebat. Kalian kuat. Tak sadarkah kalian begitu tangguhnya sudah bertahan selama ini?
Ucapku, terima kasih teruntuk kalian yang sudah mau menerima diri dan menyayangi diri kalian sendiri.
Dan teruntuk kalian yang berjuang menemani teman atau keluarga atau pasangan kalian yang memiliki bipolar disorder, terima kasih banyak telah menerima kita apa adanya dan karena telah menjaga kita selama ini.
Terakhir, jangan pernah menyerah.