
Love and attachment. Asingkah kalian dengan dua kata barusan? Memang terdengar seperti dua hal yang berbeda, namun sebenarnya hidup berdampingan. Lantas apa arti dan hubungannya kedua rangkaian kata tadi?
‘Love’ atau yang akrab kita sebut dengan cinta, adalah sebuah perasaan sayang, peduli, saling menghargai satu sama lain, dan semua perasaan tadi dirasakan secara tulus tanpa paksaan. Masih banyak penjelasan mengenai cinta, jikalau saja jemari dan tubuh ini mampu menorehkannya semuanya, semalampun kurasa takkan cukup.
Begitu kira-kira singkatnya tentang cinta.
Lalu, selanjutnya ‘Attachment’ sendiri menurut bahasa secara literal adalah lampiran. Namun bukan ‘Attachment’ seperti itu yang akan kita bahas di sini. ‘Attachment’ yang kita akan bahas memiliki arti ketergantungan atau bergantung.
Semakin dalam, semakin membingungkan. Apa hubungannya antara ‘Cinta’ dan ‘Bergantung’ ini?
Bahasan kita kali ini adalah mengenai hubungan perasaan antar lawan jenis, atau… baiklah, kita sebut hubungan percintaan.
Banyak di antara kita tidak mengetahui betul seperti apa perbedaan hubungan percintaan yang sehat dan seperti apa yang tidak. Tentunya jelas sekali karena kita tidak pernah mendapatkan pelajaran mengenai percintaan di sekolah atau di manapun, dan hal ini membuat kita semua, buta cinta.
Mungkin di sini aku akan sedikit bercerita tentang pengalaman pribadiku yang membawaku menulis artikel mengenai ‘Love & Attachment’ ini. Yup, aku pernah ada di dilema antara “Apakah benar yang kurasakan ini cinta? Ataukah hanya sekedar berketergantungan terhadap kehadirannya dan kebiasaan yang biasa kita lakukan?”
Aku pernah berada di suatu hubungan percintaan yang cukup rumit. Awalnya hubungan kami berjalan dengan lancar seperti hubungan percintaan pada umumnya. Namun, seiring hari kian hari berlalu, aku merasakan bahwa hubungan yang kami jalankan sudah tidak seperti yang dulu terasa.
Dia mulai mengekangku, mulai cemburu terhadap hal-hal kecil hingga besar, bahkan mulai mengucilkan diriku. Aku sendiripun tidak tahu apa tujuannya ‘Cinta’ berbuat semua hal konyol tadi. Dan bodohnya, aku tetap bertahan.
Di awali dari cemburu kecil terhadap lawan jenis yang berkomunikasi denganku, yang kuanggap masih dalam batas wajar. Namanya juga cinta monyet. Lama kelamaan, mulai melarangku pula bermain dengan teman-teman perempuanku.
Aku sempat marah dan mengutarakan perasaan ketidaksukaanku terhadap sikap larangan yang berlebihan tersebut. Namun, seperti yang kuduga, argumen tersebut berakhir pada pertengkaran hebat yang berujung kata ‘putus’.
Hari demi hari berlalu dengan status ‘putus’ tadi, aku pikir sudahlah mungkin memang belum cocok. Tiba-tiba, dia datang kembali dengan semua ucap manisnya dan sepercik kata ‘maaf’. Luluh, lalu kembali. Begitu kira-kira caraku mendeskripsikan lugunya aku pada waktu itu.
Salah diriku mengira bahwa dia telah berubah. Justru sikapnya semakin menjadi-jadi. Kekangan semakin parah dan kali ini disertai ucapan-ucapan kasar seperti ‘Dasar murahan’, ‘Jangan kaya jablay deh’, ‘Lo harusnya bersyukur gue masih mau sama lo’. Singkat dan pedihnya seperti itu.
Hari demi hari ucapan kasar nan merendahkan terucap. Manusia dan hebatnya kerja otak mendoktrinku pikiranku bahwa aku adalah seperti apa yang terucap dari mulutnya hari kian hari, aku sampah.
Aku bukan apa-apa.
Hanya dia yang sayang dan mengerti aku.
Aku gak bisa kehilangan dia.
Aku sampah.
Berbulan-bulan bertahan, ingin pergi tapi hati dan logika tak pernah sejalan. Di saat logika sudah meronta-ronta mempertanyakan di mana harga diriku, di satu sisi, hatipun tak kalah suaranya menyaut logika bahwa aku sayang dan tak bisa kehilangan dia.
Aku yakin kalian mempertanyakan apalagi sih yang tertanam di benak dan hatiku sampai enggan pergi dari hubungan seperti itu. Tidak, teman, tidak semudah itu pergi dari hubungan percintaan yang tidak sehat.
Jangan bilang aku belum mencoba untuk pergi! Sudah berkali-kali diriku pergi dan berkali-kali pula diriku memutuskan untuk kembali karena tak bisa sendiri dan tak kuasa menahan pikiran tak bisa jauh darinya.
Berbulan-bulan berjuang, hingga rutin diri ini menemui psikolog yang kian selalu menjadi tempat bersandar atas rasa sakit pada masa itu. Beliau mengatakan sesuatu yang akhirnya membuatku memberanikan diri untuk pergi. Love & Attachment. Ia meyakinkanku untuk mengetahui perbedaannya. Apakah hubunganku ini suatu hubungan percintaan? Atau justru hubungan ketergantungan?
Setelah lama berfikir dan merenung, suatu waktu akhirnya aku berhasil pergi dari hubungan tersebut. Hubunganku ini bukan ‘Cinta’ melainkan hanya hubungan ‘Ketergantungan’. Tergantung akan kehadirannya, tergantung akan kebiasaan sehari-hari dengannya, tergantung akan merasa disakiti, tergantung akan kata maaf manisnya ketika sehabis berbuat salah, tergantung akan bagaimana hebatnya dia bisa membuat kita merasa dilindungi padahal dikekang.
Tapi yasudah, semua sudah berlalu. Sekarang aku tau apa bedanya. Dan aku bersyukur aku masih di sini dan bisa pergi dari hubungan ketergantungan tersebut. Aku berharap kalianpun bisa mengerti apa bedanya ‘Love’ and ‘Attachment’ dan bisa lebih membuat keputusan yang lebih bijak dari yang pernah kulalui.
Utarakan kepada pasanganmu, untuk berjalan disebelahmu bukan di depan, maupun di belakang mu,
Utarakan bahwa kau ingin seiring bukan digiring (Dee, Filosofi Kopi)
Dan tak lupa, beri ruang untuk pasanganmu dan kamu untuk bernafas,
Karena sebenarnya, apalaharticintabilatidakadaspasi?
Hi karin 🙂
makasih udah berbagi pengetahuan tentang “love&attachment” ini, sekarang aku sadar bahwa apa yang aku alami dulu itu bukan cinta, memang sih tidak ada kejelasan diantara aku dan dia, kita sepertinya sama sama memiliki perasaan tetapi sama sama tidak bisa untuk mengutarakannya. hari ke hari aku selalu berharap bahwa dia akan segera menyatakan perasaannya, karena sikap dan sifat dia dari hari ke hari seakan akan “selalu mengandalkan aku” dan aku selalu berusaha untuk membantu dia, bagaimana pun caranya, sampai sampai aku melawan mama ku waktu itu. yup itu bodoh sekali. aku coba untuk menjauh, mengabaikan semua pesannya, tapi tidak bisa, aku selalu kembali padanya dengan harapan akan ada perubahan tapi kenyataannya, membuat aku semakin terasa sakit. dan akhirnya aku sadar selama 5 tahun terakhir ini hanya sebatas ketergantungan aja, bukan cinta.
LikeLike
hai kak karinn… makasih atas cerita dari pengalamannya diatas, jujur nangis pas baca karna ceritanya persis banget ama cerita aku, jujur aku gak tau harus gimana lagi, dan seperti yg kak karin rasain aku udah coba buat pergi dan tetap saja aku selalu gagal dan selalu ada disampingnya, dan benar kata kak karin bahwa hubungan ini sudah tidak sehat karna setiap aku bertengkar kak, dia selalu ngomong kata kata yang tdk sepantasnya dia utarakan ke aku, tetapi yang aku lakukan cuman memakluminya dan mamaafkan smua kesalahannya, jujur aku juga mulai stres dgn hubunganku kak tapi aku bingung harus gimana:( disaat aku ingin meninggalkan dia, dia berusaha meyakinkan ku untuk tetap stay bersama dia tetapi disaat aku stay dia selalu kasar dan posesif berlebihan kepadaku:( how must i supposed to do:(?
LikeLike
Hii. Kak Karin♡
Ceritanya sangat menyentuh.
LikeLike
hii…karin so thankyou much lo udh ngebuka fikiran gue yang udh beberapa bulan ini bnr” buntu karna setelah putus, gue merasa dr semua ini gue yang salah dan makanya gue ditinggal dia dengan gitu aja dan gue mikir
” pdhl gue cinta bgt sm dia tp dia ninggalin gue, gue sendiri disini skrg dan terus’n nyalahin diri gue sendiri sampai skrg”. And now after i read this…gue sadar ini bkn cinta gue cuma bergantung dengan apa yg biasa kita lakuin samasama.
LikeLike
Hi karin. Thanks udah berbagi pengetahuan
LikeLike